Showing posts with label Writing Session. Show all posts
Showing posts with label Writing Session. Show all posts

Thursday, January 6, 2011

Maybe Next Time




Aku sudah hafal betul lesung pipitnya ketika ia tersenyum. Ia juga sudah hafal ekspresi wajahku ketika aku melihat senyumnya. Chemistry seperti ini terbentuk dengan sendirinya. Dengannya, entah kenapa aku begitu bahagia, walaupun, aku bukan siapa-siapanya.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan semua ini. Aku cuma merasa trauma. Aku takut akan perpisahan. Itulah mengapa, sampai saat ini, aku tidak menyatakan perasaanku padanya.  Mungkin kami berdua sudah saling mengetahui perasaan masing-masing, tetapi sungguh, aku hanya merasa belum sanggup.

Bukannya aku diam saja. Dulu, pernah sempat beberapa kali akhirnya aku memberanikan diri untuk menyatakan perasaanku padanya, tetapi setiap kata-kata itu ingin kutumpahkan begitu saja, otakku langsung dengan otomatis memutar kembali kumpulan-kumpulan memori kelam.

***

Karena itulah, aku memahami dirimu yang belum sanggup menyatakan cintamu kepadaku. Aku tahu, kau bukannya tak berani kembali jatuh cinta. Setiap kali kau ditanya oleh temanmu mengapa tak meresmikan saja hubungan kita lalu mempersunting diriku, kau selalu menjawab masih trauma dengan perpisahan, dan masih  mencoba melawan kelemahanmu itu, dan teman-temanmu akhirnya menerima alasanmu walau ada beberapa yang menyayangkannya. 

Percayalah, hanya aku yang tak percaya dengan alasanmu itu. Hanya aku yang tak percaya dengan alasan perpisahanmu yang cukup masuk akal itu. Aku berani bertaruh, dengan apapun atau siapa saja, kau bukannya takut dengan perpisahan, kau cuma takut kembali aku kecewakan.



Writing Session Tema: Phobia

Thursday, December 2, 2010

Keletik Impian



BULAN semakin mengembang, Dodo pun belum juga pulang. Jam dinding berdentang.  Sudah jam sepuluh tepat. Ibunda Dodo daritadi tak bisa diam karena terus memikirkan anaknya.  Ia daritadi mondar-mandir dan selalu menggonta-ganti channel televisinya dengan gamang.  Sebenarnya ia tahu dimana Dodo berada sekarang, tetapi tetap saja, sifat naluriahnya sebagai seorang ibu selalu merangsang otaknya untuk panik jika anaknya sudah larut malam belum pulang.
Saat masih dalam bimbang yang mengambang, terdengar suara mesin motor disertai klakson, yang berarti menyuruh untuk siapa saja membukakan pagar.
“Do! Kamu kok mama telfon, sms, semua gak bisa-bisa sih!”
“Hape aku ‘kan selalu aku matiin kalo lagi masuk kelas.. Tadi aku juga ada tambahan..”
“Iya, mau ada tambahan, kek, tapi kabarin mama dulu, dong..  Seenggaknya curi-curi kesempatan nyalain hape di kelas, kek.. Mama panik tau!”
“Iya-iya..”

***

Sentoran air hangat yang mengucur deras dari shower itu tampak sangat merilekskan.  Ia benar-benar dimanjakan air hangat dari segala aktivitas yang sungguh melelahkan. Ia memijat-mijat lembut keningnya, seperti berusaha melumat sekelumit penat dari keseharian yang menikam.  
Dibawah guyuran pancuran ia berusaha memutar ulang memorinya kembali. Tadi pagi, ia bangun pagi-pagi sekali untuk bersiap-siap sekolah, mandi kilat, lalu segera bersijingkat untuk sarapan roti yang hanya dioles dengan selai kacang. 
Belum ia menelan semua roti di mulutnya, ia melesat ke sekolah mengendarai motor dengan ngebut karena takut terlambat. Sejauh ini, ia sudah mengantongi dua surat peringatan telat. Bila ia sampai telat untuk ketiga kalinya, ia akan dipulangkan ke rumah. Ketika pulang sekolah, ia pun tak sempat lagi bermain-main dengan teman-temannya seperti dulu. Ia harus buru-buru pergi ke tempat bimbingan pelajar dengan alasan yang sama. Takut telat. 

***

Di awal-awal tahun ajaran, Dodo les hanya sampai jam tujuh malam, seminggu dua kali.  Tetapi, karena sebentar lagi sudah akan banyak dibuka jalur pendaftaran untuk memasuki perguruan tinggi negeri, kadang ia sekarang pulang sampai jam sepuluh malam, dan menjadi tiga kali sehari. Tak ada waktu untuk menggelepar liar sebelum pulang ke rumah.  Setiap hari selalu begitu, berulang-ulang. 
Pernah suatu ketika temannya berujar, “Do, sekali-sekali mainlah.. jangan belajar terus, nanti malah bisa stres lho..”
“Ah nanti deeh, biar gue bisa masuk perguruan tinggi negeri nih..” Jawabnya beralibi.  Maka dari itu ia rela sedikit tidak menikmati hidup untuk beberapa bulan ini.  Alasannya sederhana, agar biaya kuliahnya murah. Apalagi ayahnya sudah pensiun, dan adiknya masih kelas 4 SD.  
Dan oleh karenanya, air hangat yang menyentor seluruh tubuh Dodo, terutama bagian sekitaran wajah, sangat ia nikmati dan resapi dan terasa sangat menenteramkan.

***

Ia membuka lipatan halaman buku geografi yang tadi ia lipat di tempat les.  Halaman itu belum sempat dibahas di kelas. Ia akan sedikit mencuri baca untuk lebih dulu paham dari teman-temannya saat nanti diterangkan di kelas dan untuk membuat dirinya sendiri ngantuk di ranjangnya saat ini.
Benar saja, baru dua menit menyisir halaman, ia sudah lelap dengan keadaan buku-buku yang bergeletakan terbuka, stabilo kuning yang nyaris mengering, dan dengan piyama berbahan lembut.

Sudah setengah dua belas.




Bekasi, 2010