BULAN
semakin mengembang, Dodo pun belum juga pulang. Jam dinding berdentang. Sudah jam sepuluh tepat. Ibunda Dodo daritadi
tak bisa diam karena terus memikirkan anaknya.
Ia daritadi mondar-mandir dan selalu menggonta-ganti channel televisinya dengan gamang. Sebenarnya ia tahu dimana Dodo berada
sekarang, tetapi tetap saja, sifat naluriahnya sebagai seorang ibu selalu
merangsang otaknya untuk panik jika anaknya sudah larut malam belum pulang.
Saat
masih dalam bimbang yang mengambang, terdengar suara mesin motor disertai
klakson, yang berarti menyuruh untuk siapa saja membukakan pagar.
“Do!
Kamu kok mama telfon, sms, semua gak bisa-bisa sih!”
“Hape
aku ‘kan selalu aku matiin kalo lagi masuk kelas.. Tadi aku juga ada
tambahan..”
“Iya,
mau ada tambahan, kek, tapi kabarin mama dulu, dong.. Seenggaknya curi-curi kesempatan nyalain hape
di kelas, kek.. Mama panik tau!”
“Iya-iya..”
***
Sentoran
air hangat yang mengucur deras dari shower
itu tampak sangat merilekskan. Ia
benar-benar dimanjakan air hangat dari segala aktivitas yang sungguh
melelahkan. Ia memijat-mijat lembut keningnya, seperti berusaha melumat
sekelumit penat dari keseharian yang menikam.
Dibawah
guyuran pancuran ia berusaha memutar ulang memorinya kembali. Tadi pagi, ia
bangun pagi-pagi sekali untuk bersiap-siap sekolah, mandi kilat, lalu segera
bersijingkat untuk sarapan roti yang hanya dioles dengan selai kacang.
Belum
ia menelan semua roti di mulutnya, ia melesat ke sekolah mengendarai motor
dengan ngebut karena takut terlambat. Sejauh ini, ia sudah mengantongi dua
surat peringatan telat. Bila ia sampai telat untuk ketiga kalinya, ia akan
dipulangkan ke rumah. Ketika pulang sekolah, ia pun tak sempat lagi
bermain-main dengan teman-temannya seperti dulu. Ia harus buru-buru pergi ke
tempat bimbingan pelajar dengan alasan yang sama. Takut telat.
***
Di
awal-awal tahun ajaran, Dodo les hanya sampai jam tujuh malam, seminggu dua
kali. Tetapi, karena sebentar lagi sudah
akan banyak dibuka jalur pendaftaran untuk memasuki perguruan tinggi negeri,
kadang ia sekarang pulang sampai jam sepuluh malam, dan menjadi tiga kali
sehari. Tak ada waktu untuk menggelepar liar sebelum pulang ke rumah. Setiap hari selalu begitu,
berulang-ulang.
Pernah
suatu ketika temannya berujar, “Do, sekali-sekali mainlah.. jangan belajar
terus, nanti malah bisa stres lho..”
“Ah
nanti deeh, biar gue bisa masuk perguruan tinggi negeri nih..” Jawabnya
beralibi. Maka dari itu ia rela sedikit
tidak menikmati hidup untuk beberapa bulan ini.
Alasannya sederhana, agar biaya kuliahnya murah. Apalagi ayahnya sudah
pensiun, dan adiknya masih kelas 4 SD.
Dan
oleh karenanya, air hangat yang menyentor seluruh tubuh Dodo, terutama bagian
sekitaran wajah, sangat ia nikmati dan resapi dan terasa sangat menenteramkan.
***
Ia
membuka lipatan halaman buku geografi yang tadi ia lipat di tempat les. Halaman itu belum sempat dibahas di kelas. Ia
akan sedikit mencuri baca untuk lebih dulu paham dari teman-temannya saat nanti
diterangkan di kelas dan untuk membuat dirinya sendiri ngantuk di ranjangnya
saat ini.
Benar
saja, baru dua menit menyisir halaman, ia sudah lelap dengan keadaan buku-buku
yang bergeletakan terbuka, stabilo kuning yang nyaris mengering, dan dengan
piyama berbahan lembut.
Sudah
setengah dua belas.
Bekasi,
2010
No comments:
Post a Comment